Jumat, 17 Februari 2017

Dua Dunia Avera Bag. 1



Avera terbangun lagi dari mimpinya. Ia sadar ia gelisah. Detak jantungnya begitu cepat. Tubuhnya masih merinding ketakutan.

"Ayolah, Avera. Cuma mimpi buruk." Kata Avera dalam hati.

Ia pun keluar kamar untuk menenangkan dirinya. Sesaat, karena sendirian, ia pun berusaha kembali mengingat apa yang ia mimpikan.

Dalam mimpinya, ia dikejar sesuatu bayangan gelap. Bayangan gelap itu seakan ingin membunuhnya. Ia hanya berlari ketakutan. Ia terbangun ketika ia masuk ke dalam sebuah lubang cahaya.

Paginya, Roy, tunangan Avera menjemputnya dari rumah. Sudah jadi kebiasaan sehari - hari Roy mengantar Sang Kekasih ke kantornya. Begitu juga saat Avera pulang dari tempat kerja, ia pergi ke kantor Avera, makan malam bersama jika sempat.

"Roy, aku takut. Semalam aku bermimpi hal yang sama lagi. Aku dikejar."
"Sudahkah kau berdoa sebelumnya?" Tanya Roy sambil menyetir.
"Sudah... Aku sering merasa bersalah setelah mimpi. Aku takut ada kesalahan yang belum dimaafkan. Masalahnya aku tidak tahu oleh siapa, atau dengan siapa."

Roy terdiam. Dalam hatinya, ia tahu Avera sebenarnya menderita karena hal tersebut. Jika hampir dalam setiap harinya, Avera memimpikan hal yang sama, dan itu membuatnya ketakutan, sudah jelas itu tidak sehat.

"Anggaplah tidak ada apa - apa. Jangan terlalu memikirkannya lagi. Kita harus fokus pada pernikahan kita." Kata Roy.

Avera meraih tangan Roy. Roy pun tersenyum. Mereka pun sampai di kantor tempat Avera bekerja. Roy pun membelai pipi kekasihnya sebelum Avera keluar mobil. Avera membalasnya dengan senyuman. Sesaat ia berharap mimpinya akan segera hilang setelah ia menikah nanti. Jika mimpi itu tetap ada, mimpi itu hanya akan menghancurkan kehidupan mereka.

Avera menahan tangis membayangkan bahwa Roy akan meninggalkannya setelah mereka menikah karena sebuah mimpi buruk berulang. Ia takut walaupun ia berharap cinta Roy cukup kuat menahan "cobaan" itu.

Avera pun makan bersama dengan sahabat baiknya saat istirahat. Ia menceritakan kegelisahannya karena mimpi buruk yang menghantui tidurnya.
"Kau sudah coba ke psikiater untuk menanyakan itu? Atau apa kek yang belum kamu coba." Kata Diana di selang waktu makan bersama.
"Belum. Aku takut dianggap gila. Siapa lagi sih orang yang pernah kayak gini?"
"Pasti ada kok. Nih aku google dulu deh." Kata Diana.
Diana pun mencari tahu soal itu.
"Ini katanya mimpi berulang itu ga cuma kamu yang ngalamin. Ada banyak yang lain. Katanya ada hubungannya sama alam bawah sadar."
"Nah, itu dia. Selama ini, aku ga ngerasa punya seseorang yang aku takuti atau benci. Kenapa di mimpi aku jadi takut setengah mati?"
"Pernah baca?"
"Pernah cari tahu. Roy juga bilang gitu, sih. Tapi ya aku berusaha ga mikir macam - macam juga. Mimpinya masih ada, kok."
"Ya sudah, coba capek dulu sebelum tidur. Mungkin ngebantu. Atau denger musik relaksasi deh."
"OK. Nanti aku coba deh. Thanks."

Setelah kerja selesai, Roy menjemput Avera dan Avera menceritakan idenya untuk mendengar musik relaksasi sebelum tidur. Roy pun mengiyakan karena ia juga tidak tahu cara apa lagi yang bisa dilakukan.

Setelah makan malam selesai, Avera pun mendengarkan musik sambil bermeditasi untuk menenangkan pikirannya. Ia fokus terhadap bayangan yang indah. Setelah itu, ia pun beristirahat. Ia masih memasang lagu relaksasi yang menemaninya tidur.

Namun, bagaimanapun, mimpi itu kembali terulang.

"Avera!!!" Teriak bayangan itu.

Avera tetap berlari. Namun saat itu, ia sadar dalam mimpinya bahwa ia harus berubah. Ia tidak berlari dan membiarkan bayangan itu sayang kepadanya.

"Sudah cukup. Aku mohon sudah cukup. Jangan kejar aku lagi. Sekarang aku disini. Selesaikanlah masalah kita. Aku tak tahu kenapa kau selalu mengejarku."

Bayangan itu pun melambat bergerak mendekatinya. Avera menarik nafas yang dalam walau ia takut. Jantungnya berdegup cepat dan keras. Ia ingin kembali lari tapi ia berusaha bertahan dalam ketakutannya. Ia mengumpulkan segenap keberaniannya untuk tetap diam. Sambil menutup mata, ia terus berdoa, memohon agar dirinya baik - baik saja.

Bersambung.

1 komentar: