Sabtu, 01 April 2017

Dua Dunia Avera Bag. 4



Avera memang tidak bisa tenang saat bekerja. Ia tidak bisa duduk dalam waktu yang lama. Ia pasti setelah beberapa menit, kembali berdiri, berjalan, kadang tanpa arah. Diana yang melihatnya, mengajaknya bicara saat makan siang.

"Ada apa?" Tanya Diana.
"Aku... Mimpi itu... Menggangguku lagi, tapi aku sudah lihat orang itu. Aku rasa aku mengenalinya."
"Yakin?"
"Dia berbeda... Tapi, katanya dia suamiku."
"Suami? Yah, cuma mimpi, sih."

Avera terdiam. Ia mendadak tidak yakin kalau itu hanyalah mimpi.

"Bagaimana kalau bukan mimpi?"
"Maksudnya kamu yakin kalau itu bukan mimpi?"

Avera terdiam. Ia belum berani menjawab.
"Kamu tahu kan ingatanku belum pulih."
"Iya, sih. Padahal sudah hampir dua tahun. Kamu mungkin harus berdoa lagi atau pergi ke suatu tempat agar kamu bisa ingat sesuatu."
"Sudah kulakukan, tapi belum terjawab. Aku... "
"Kenapa?"
"Jika aku mempertahankan hubungan ini dengan Roy, aku... Mungkin aku sedang mengkhianati seseorang."
"Maksud kamu? Bukankah di kartu identitas, kamu single?"

Avera masih belum meyakini status singlenya. Ia curiga bahwa kartu identitasnya palsu atau dibuat sebelum ia menikah. Ia masih bisa mengingat jelas nama dan wajah Sadroz. 

"Aku tak tahu. Aku curiga itu salah. Berada di tempat itu bersama Sadroz, aku..."
"Sadroz siapa?"
"Pria yang mengaku menjadi suamiku."
"Oh, masih bisa ingat namanya. Hebat."
"Sudahlah, aku bingung. Mungkin aku harus break dulu sama Roy sampai semuanya jelas."
"Aku sih bilangnya terkesan terlalu panik, sih. Tapi, kalau saran dari aku, dengarkan kata hati kamu. Kalau harus putus dulu, ya sudah. Tapi, nanti kalau baikan lagi, harus sudah mantap."

Avera menatap mata Diana. Kadang, ia suka melupakan satu hal itu: mendengarkan kata hatinya. Ia selalu menuruti perintah dan saran dari orang lain.

"Ingat, ya. Kadang orang bisa salah. Jadi kamu yang harus menentukan sendiri, Avera. Tapi apapun keputusannya, jangan pernah menyesalinya. Aku percaya, kok sama Avera."

Avera pun tersenyum. Saat itu, ia tahu ia harus mengambil keputusan pahit, melepaskan Roy, walau hanya sementara sampai ia menemukan masa lalu yang hilang.



1 komentar: